Puisi adalah bentuk karangan yang tidak terikat oleh rima, ritme ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat.
Unsure-unsur intrinsik puisi adalah
1. Tema yaitu tentang apa puisi itu berbicara
2. Amanat yaitu apa yang hendak dinasehatkan kepada pembaca
3. Rima yaitu persamaan-persamaan bunyi
4. Ritme yaitu perhentian-perhentian atau tekanan-tekanan yang diatur
5. Majas atau gaya bahasa yaitu permainan bahasa untuk efek estetis maupun maksimalisasi
6. Kesan yaitu perasaan yang diungkap lewat puisi
7. Diksi yaitu pilihan kata atau ungkapan
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi
ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal
dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani
sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada
dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7)
menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar
tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas,
pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
Unsur-unsur Puisi
Berkenaan
dengan pembelajaran puisi ada dua unsur yang harus mendapat perhatian
guru yaitu unsur isi (makna puisi) dan unsur metode (cara) pengungkapan
puisi. Pembelajaran puisi harus sampai berhasil mengungkapkan rahasia
isi puisi dan rahasia pengungkapannya. Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
a. Unsur Isi Puisi (Makna Puisi) Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Tema Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Rasa Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Nada Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Amanat Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
b. Unsur Metode Puisi (Cara Pengungkapan Puisi) Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Diksi Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Imajinasi Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Kata Nyata Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Rima Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
· Irama Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Pada
kelas-kelas permulaan di sekolah dasar yang terutama harus mendapat
perhatian adalah unsur cara pengungkapan puisi. Siswa dibawa untuk
menikmati rima (persamaan bunyi) dan irama
dalam pembacaan puisi. Oleh karena itu, guru harus pandai memilih puisi
yang sarat dengan persamaan bunyi dan mengandung irama yang indah. Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Contoh puisi yang mengandung rima dan irama yang indah yaitu: Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Kunang-kunang
Kunang-kunang, kunang-kunang, kunang-kunang Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Kau bawa ke mana lampu-lampumu Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Datanglah kemari kunang-kunangku Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Berilah padaku lampu-lampumu Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Kunang-kunang, kunang-kunang, kunang-kunangku Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Bagai ratna biru warna lampumu Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Di malam gulita kunang-kunangku Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Bersinar cuaca lampu-lampumu Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
(Karangan Pak Dal dikutip dari Rusyana, 1982)
Persamaan bunyi (rima) yang terkandung dalam puisi Kunang-kunang
yaitu bunyi sengau ang pada kata kunang-kunang berulang muncul pada
baris (larik) pertama. Baris pertama itu lebih sempurna lagi ketika
bunyi –bunyi sengau diakhiri dengan bunyi ku yang membentuk rima akhir yang terdapat pada ujung setiap baris. Selain bunyi-bunyi sengau, bunyi u pun cukup dominan dalam puisi di atas. Bunyi-bunyi u yang berulang pada setiap baris membentuk rima akhir yang harmonis dan terdengar indah. Pengertian dan Unsur-unsur Puisi (Teori)
Di
samping rimanya padu, puisi di atas juga mengandung irama yang indah.
Ketika membacanya dengan suara yang nyaring kita merasakan adanya
tekanan kata dan kalimat yang menyenangkan. Keindahan irama puisi di
atas, di antaranya disebabkan oleh kesamaan jumlah suku kata yang
terkandung dalam setiap bait puisi tersebut
Ragam dan Jenis Puisi
Ada
bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para penyair Indonesia. Karya
sastra tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna karya sastra, kita
mengacu pada beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi tersebut.
Dalam pemahaman puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah jenis
puisi itu sendiri dan sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak
sekali macam-macam puisi, dan bagaimana penyair dalam menyampaikan
inspirasinya, serta bagaimana menafsirkan makna puisi dengan mudah.
Sehingga mudah mengklasifikasikan, termasuk jenis puisi apakah yang kita
ciptakan.
W.H Hudson menyatakan adanya puisi sebyektif dan puisi
obyektif (1959:96). Cleanth Brooks menyebut adanya puisi naratif dan
puisi deskriptif (1979:335-356). David Daiches menyebut adanya puisi
fisik, platonic, dan metafisik (1948:145). X.J. Kennedy menyebut adanya
puisi konkret dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan puisi Rendra,
kita mengenal judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan
sebagainya. Ada juga parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne,
puisi kamar, dan puisi auditorium juga sering kita jumpai.
1. Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan.
a. Puisi Narataif
Puisi
naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif
yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi
naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
Balada
adalah puisi yang bercerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan,
atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian. Rendra banyak sekali
menulis balada tentang orang-orang tersisih, yang oleh penyairnya
disebut "Orang-orang Tercinta". Kumpulan baladanya yaitu, Balada
Orang-orang Tercinta dan Blues Untuk Bonnie.
Romansa adalah
jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantic berisi kisah
percintaan yang berhubungan dengan ksatria, dengan diselingi perkelahian
dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih mempesonakan.
Rendra juga banyak menulis romansa. Salah satu bagian dalam "Empat
Kumpulan Sajak"nya berjudul "Romansa" dan berisi jenis puisi romansa,
yakni kisah percintaan sebelum Rendra menikah. Kirdjomuljo menulis
romansa yang berisi kisah petualangan dengan judul “Romance Perjalanan".
Kisah cinta ini dapat huga berarti cinta tanah kelahiran seperti
puisi-puisi Ramadhan K.H. Priangan “Si Jelita”. Priode 1953-1961 banyak
ditulis jenis romansa ini.
b. Puisi Lirik
Dalam puisi lirik
penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya. Ia tidak
bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
Elegi
adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Misalnya "Elegi Jakarta"
karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan duka penyair di kota
Jakarta.
Serenada adalah Sajak percintaan yang bisa dinyanyikan.
Kata serenada berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu senja.
Rendra banyak menciptakan serenada dalam 'Empat Kumpulan Sajak'.
Misalnya Serenada hitam, Serenada Biru, serenade Merah Jambu, serenade
ungu, Serenada Kelabu, dan sebagainya. Warna-warna dibelakang serenada
itu melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih,
kecewa, dan seterusnya.
Ode adalah Puisi yang berisi pujaan
terhadap seseorang, sesuatu hal, sesuatu keadaan. Yang banyak ditulis
adalah pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi. “Teratai” Sanusi
Pane, “Diponegoro” Chairil Anwar, dan “Ode Buat Proklamator” Leon Agusta
merupakan contoh ode yang bagus.
Berikut ini kutipan Ode Buat Proklamator, sebuah ode yang memuja tokoh proklamator Bung Karno dan Bung Hatta.
ODE BUAT PROKLAMATOR
Bertahun setelah kepergiannya kurindukan dai kembali
Dengan gelombang semangat halilintar dilahirkan sebuah negri; dalam Lumpur dan lumut
Dengan api menyapu kelam menjadi untaian permata hijau dibentangan cahaya abadi
Yang
sesantiasa membuatnya tak pernah berhenti bermimpi menguak kabut gulita
mendung, menerjang benteng demi benteng membalikkan arah to[pan,
menjelmakan impian demi impian
Dengan seorang sahabatnya, mereka tanda tangani naskah itu
Mereka memancang tiang bendera, merobah nama dan peta, berjaga membacakan sejarah, menggenti bahasa pada buku
Lalu dia meniup terompet dengan selaksa nada kebangkitan sukma.
Kini
kita ikut membubuhkan nama diatas bengkalainya; meruntuhkan sambil
mencari, daftar mimpi membelit bulan perang saudara mengundang musnah,
dendam tidur di hutan-hutan, di sawah terbuka yang sakti
Kata
berpasirdibibir pantai hitam dan oh, lidahku yang terjepit, buih lenyap
dilaut biru derap suara yang gempita Cuma bertahan atau menerkam
Ya, walau tak mudah, kurindukan semangatnya menyanyi kembali bersama gemuruh cinta yang membangun sejuta rajawali
Tak mengelak dalam bercumbu, biar berbisa perih dirabu
Berlapis cemas menggunung sesal mutiara matanya yang pudar
Bagi negriku, bermimpi dibawah bayangan burung garuda
(Hukla 1979)
Dalam
puisi ini, dapat diungkapkan rasa kagum penyair kepada sang
proklamator. Ungkapan-ungkapan rasa kagum ini sangat mengena dan tidak
bersifat klise. Kerinduan penyair untuk mendengarkan bara semangat yang
ditiupkan lewat pidato-pidato yang berapi-api, dapat kita hayati sejak
enam baris terakhir.
c. Puisi Deskriptif
Didepan telah
dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai
pemberi kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana
dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat
diklasifikasikan dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire, kritik
sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
Satire adalah Puisi yang
mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun
dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya.
Kritik
Sosial adalah Puisi yang juga menyatakan ketidak senangan terhadap
keadaan tau terhadap diri seseorang, namun dengan cara membeberkan
kepincangan atau ketidak beresan keadaan / orang tersebut.
Impresionistik adalah Puisi yang mengungkapkan kesan (impresi) penyair terhadap suatu hal.
2. Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah
puisi kamar dan puisi auditorium juga kita jumpai dalam buku kumpulan
puisi ‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut juga
puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau serangakaian suara).
Puisi Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di dalam kamar.
Puisi Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
Sajak-sajak
Leon Agusta banyak yang dimaksudkan untuk sajak auditorium. Puisi-puisi
Rendra kebanyakan adalah puisi auditorium yang baru memperlihatkan
keindahannya setelah suaranya terdengar lewat pembacaan yang keras.
Puisi auditorium disebut juga puisi oral karena cocok untuk dioralkan.
3. Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi itu.
Puisi
Fisikal adalah Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan
kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan
gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek
ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada, impresionistis, juga puisi
dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
Puisi Platonik adalah
Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau
kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang
berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita,
religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kepada
anaknya dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Puisi
Metafisikal adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu pihak
dapat dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide atau gagasan
penyair), dilain pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (menagjak
pembaca merenungkan hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik
Hamzah Fansuri seperti Syair Dagang, Syair Perahu, dan Syair Si Burung
Pingai dapat dipandang sebagai puisi metafisikal. Kasidah-kasidah
“Al-Barzanji” karya Ja'far Al-Barzanji dan tasawuf karya Jalaludin Rumi
dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
4. Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi
Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan
gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri.
Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan
sebagai puisi subyektif, karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair
sendiri. Demikian pula puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada
pembaca.
Puisi Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal
diluar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi
impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan adalah puisi
obyektif, meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
5. Puisi Konkret
Puisi
konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun
1770-an. X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama
puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati
keindahan bentuk dari sudut pandang (poem for the eye). Kita mengenal
adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau
puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajian lewat
bentuk grafis. Dalam puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-huruf
sangat potensial membentuk gambar. Gambar wujud fisik yang 'kasat mata'
lebih dipentingkan dari pada makna yang ingin disampaikan. Contoh dalam
bahasa Inggris, misalnya karya Joice Klimer berikut ini :
t
ttt
rrrrrrr
eeeeeeeee
???
Kata
yang hendak dinyatakan dalam puisi ini hanyalah 'tree', namun karena
membentuk gambar pohon natal, maka pembaca mengetahui bahwa yang
dimaksud penyair adalah pohon natal. Karya Sutardji banyak sekali yang
dapat diklasifikasikan sebagai puisi konkret. Kemudian diikuti oleh
penyair-penyair yang lebih muda. Puisi konkret ada yang berbentuk segi
tiga, kerucut, belah ketupat, piala, tiang lingga, oval, spindle,
ideografik, dan ada juga yang menunjukkan lambang tertentu.
6. Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis
Puisi
Diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative, sehingga puisinya mirip
dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda
dihayati maknanya. Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka yang
baru belajar menulis puisi dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka
belum mampu mengharmoniskan bentuk fisik untuk mengungkapkan makna.
Dengan demikian penyair tersebut tidak memiliki kepekaan yang tepat
dalam takarannya untuk lambang, kiasan, majas, dan sebagainya. Jika
puisi terlalu banyak majas, maka puisi itu menjadi gelap dan sukar
ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu kering akan majas dan
versifikasi, maka itu akan menjadi puisi yang bersifat prosaic dan
terlalu cerlang sehingga diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam
puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan
majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga
pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak
terlalu gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun
makna itu bagaikan sinar yang keluar dari prisma. Ada bermacam-macam
makna yang muncul karena memang bahasa puisi bersifat multi
interpretable. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap. Makna
yang aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca mempunyai
latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah, maka
pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut.
Penyair-penyair
seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi
prismatis. Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat
prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair besar mampu
menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa kekuatan
pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis.
Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah
puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
7. Puisi Pernasian, dan Puisi Inspiratif
Pernasian
adalah sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang
menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi
pernasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan
didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair.
Puisi-puisi yang ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mampu menulis
puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian. Puisi-puisi Rendra dalam
“Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar belakang teori
ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi pernasian.
Demikian juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat
dengan pertimbangan keilmuan.
Puisi Inspiratif diciptakan
berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam
suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar
terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan
memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup
untuk menafsirkan . puisi prosaic seperti karya penyair-penyair tahun
1970-an dibawah ini, termasuk puisi yang menggunakan bahasa pernassioan.
Karena Jajang
Tuhan
Saya minta duit
Buat beli sugus
Karena Jajang
Lagi doyan sugus
8. Stansa
Jenis
puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya
Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda
dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan
pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam
setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris. Berikut ini
dikutip contoh stanza yang ditulis sekitar tahun 1969.
Malam kelabu
Ada angina mnerpa jendela
Ada langit berwarna kelabu
Hujan titik satu-Saturday menatap cakrawala malam jauh
Masih adakah kuncup-kuncup mekar
Atau semua telah layu
Kelu dalam seribu janji
Kelam dalam penantian.
(Herwa, 1969)
9. Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Puisi
demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka yang
oleh Jassin disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan
hasil refleksi demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar tahun
1966. Menurut subagio Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966
bersifat ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan kelompok, bukan
perasaan individu. Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman
fisik, mental, dan emosional selama penyair terlibat dalam demonstrasi
1966. gaya paradoks dan ironi banyak kita jumpai. Sementara itu,
kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak dipergunakan, seperti
kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan, dan sebagainya. Di bawah ini
dikemukakan salah satu contoh.
Mimbar
Dari mimbar ini telah dibicarakan
Pikiran-pikiran dunia
Suara-suara kebebasan
Tanpa ketakutan
Dari mimbar ini diputar lagi
Sejarah kemanusiaan
Pengembangan teknologi
Tanpa ketakutan
Di kampus ini
Telah dipahatkan
Kemerdekaan
Segala despot dan tirani
Tidak bisa dirobohkan
Mimbar kami
(Taufiq Ismail, 1966)
Seperti
halnya puisi pamflet, puisi-puisi demonstrasi merupakan ungkapan
sepihak, sehingga kebenaran sulit ditrima secara obyektif. Pihak yang
dibela diberikan tempat dan kedudukan yang terhormat dan serba benar,
sedang pihak yang dikritik dilukiskan berada dalam posisi yang kurang
simpatik.
Puisi pamflet juga mengungkapkan protes social. Disebut
puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya
mengungkapkan rasa tidak puaas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang
berisi protes secara spontan tanpa proses pemikiran atau perenungan yang
mendalam. Istilah-istilah gagah membela kelompoknya disertai dengan
istilah tidak simpatik yang memojokkan pihak yang dikritik. Seperti
halnya puisi demonstrasi, bahasa pusi pamflet juga bersifat prosaic.
Rendra
adalah tokoh puisi pamflet. Didepan telah diberikan salah satu contoh
puisi pamflet Rendra yang berjudul "Sajak Burung Kondor". Kata-kata
cukong, dan kondom dinyatakan bersam dengan kata-kata penderitaan,
kelaparan, dan kesengsaraan rakyat kecil yang dibela. Dalam pusi-puisi
pamflet banyak kita jumpai kata-kata tabu yang diungkapkan penyair untuk
menunjukkan kedongkolan hati penyair kepada pihak yang dikritik atau
terhadap keadaan yang tidak memuaskan dirinya.
Puisi pamflet Rendra
kehilangan makna konotatif, suatu kehebatan Rendra dalam menciptakan
puisi pada tahun 50-an. Kata-kata kasar, ungkapan-ungkapan langsung ke
sasaran, dan hiperbola yang bertujuan memojokkan pihak yang dikritik
banyak kita jumpai dalam puisi-puisi pamflet Rendra. Puisi-puisi pamflet
Rendra ini mengingatkan kita akan puisi-puisi Jerman pada awal
industrialisasi di sana. Puisi-puisi pamflet Rendra kebetulan merupakan
reaksi terhadap industrialisasi yang berkembang pesat sekitar tahun 1974
(seperti halnya puisi pamflet Jerman). Berikut ini dikutip salah satu
puisi pamflet Rendra
Menghirup sebatang lisong,
Melihat Indonesia Raya,
Mendengar 130 juta rakyat,
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang,
Berak diatas mereka
………………………………….
Delapan juta kanak-kanak
Menghadapi satu jalan panjang,
Tanpa pilihan,
Tanpa pohonan
Tanpa dangau persinggahan,
Tanpa ada bayangan ujungnya
…………………………………..
Menghisap udara
Yang disemprot deodorant,
Aku melihat sarjana-sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya;
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiun
Dan di langit:
Para teknokrat berkata :
Bahwa bangsa kita adalah malas
Bahwa bangsa mesti dibangun
Mesti di up-grade,
Disesuaikan dengan teknologi yang diimport.
……………………………………………………
Bunga-bunga bangsa tahun depan
Berkunang-kunang pandang matanya,
Di bawah iklan berlampu neon.
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
Menjadai gembalau suara kacau,
Menjadi karang di bawah muka samudra.
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
Keluar ke desa-desa,
Mencatat sendiri semua gejala,
Dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamflet masa darurat,
Apakah arti kesenian,
Bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
Bila terpisah dari masalah kehidupan.
10. Alegori
Puisi
sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk
memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang
terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan. Dalam
kitab suci banyak kita jumpai dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya
dapat kita cari dibalik yang tersurat. Puisi "Teratai" karya Sanusi Pane
boleh dikatakn sebagai puisi alegori, karena kisah bunga teratai itu
digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan. Kisah tokoh pendidikan
yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan untuk memberi nasihat
kepada generasi muda agar mencontoh teladan 'teratai' itu. Cerita
berbingkai seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan Budiman dan Hikayat
Bachtiar juga dapat diklasifikasikan sebagai parable.
*) Catatan yang aku temukan dibangku sekolah
Zay pujangga persembahkan untuk Zu yang terkasih dan tercinta bagi seluruh member kapasitor. Semoga sukses dan berjaya.
Sumber:
Read more...